Ketika saya menginjakkan kaki di Gunung Geulis (kala itu), getar hati yang langsung menyentuh saya adalah "suasana". Saya merasakan suasana alam yang sejuk (tidak sekedar indah, karena indah belum tentu sejuk). Kesejukan itulah yang sedemikian terasakan. Barangkali karena perjalanan jauh yang baru saja saya tempuh. Dari suasana yang panas di jalanan memasuki daerah yang rimbun dan sejuk, itulah yang menjadikan hati saya menjadi sejuk.
Kesejukan yang menyusup itu menjadi hangat ketika dari kejauhan nampak Para Pembina dengan uniform Coklat dan setangan leher seperti mengingatkan kembali API ABADI. Api yang dalam perumpamaan, bukan api yang sebenarnya yang bisa membakar tubuh dan menghanguskan benda. API yang bernuansa AURA. Api yang adalah daya yang bisa membara. Api itulah yang dari kejauhan menunjukkan identitasnya. Menjadi penerang, menghangat bahkan pembakar. Baik secara maya maupun sesungguhnya ternyata API itu pula yang ikut memberikan suasana 'panas', ketika presentasi Panlak PK VIII ditayangkan dan dibawakan.
Memang suasana disputasi dan diskusi menggambarkan API yang membara dan terungkap dalam ucapan, Aksi-Reaksi, Stimulus-Respons, Tanya-jawab. Dinamika itulah juga yang mewarnai sidang. Kesejukan alam Gunung Geulis seakan terusik. Keteduhan dan harmonisasi alam nampak terabaikan bahkan tidak diperhitungkan, sehingga Alam yang teduh seakan mau ikut dalam pergolakan API. Alam menunjukkan parisipasinya dengan mendatangkan hujan dan angin. Nah ketika hujan dan angin ikut berdialog, maka 'bara Api emosi' serta merta menjadi padam. Kita kembali berdialog dalam tataran harmoni lagi.
Api yang sempat 'membakar emosi' kembali mereda dan berubah menjadi kehangatan dalam dialog yang bernuansa persaudaraan. Api yang sama sebenarnya yang menyebabkan kita berusaha untuk mewujudkan cita-cita Pekan Kekerabatan VIII dapat dilangsungkan dengan persiapan yang matang. perkara ketidak sempurnaan bukanlah menjadi 'dalih' untuk tidak berusaha. Api yang sama dari sumber api "Omah Jawi" yang menyebabkan kita semua menjadi Concern terhadap PK VIII. Bukankah PK VIII adalah ajang perjumpaan persaudaraan yang sifatnya kolosal. Di sana akan berjumpa antar adik-adik kita. antar adik dengan kakak pembina, antar kakak pembina. dan antar Pramuka dengan orang tua.
Melalui Api kita 'menyulutkan dan membagikan' api kita kepada sesama. Ibarat dian atau lampu yang tidak boleh disimpan di bawah tempat tidur, namun harus diletakkan di atas kaki dian, agar nyalanya dapat menerangi orang lain, dan cahayanya dapan mebantu namyak orang yang sedang mengalami kegelapan.
Ketika para Rasul dalam suasana 'kehilangan keberanian' karena sang Guru telah tiada, Roh Kudus dalam rupa lidah Api hadir dan memberikan semangat dan membakar hati para rasul. Mereka serentak menjadi pribadi-pribadi yang dinamis, berani bahkan percaya diri sampai ke luar lingkungan mereka sendiri. Api Roh Kudus telah membakar mereka, sehingga pesan perpisahan Yesus : "Pergilah dan wartakanlah Kabar Gembira sampai ke ujung bumi, dan Aku akan selalu menyertaimu sampai akhir jaman"
Nah, apakah Api yang sama-kah yang sekarang ini kita alami? Api Roh Kudus telah membakar hati kita sehingga 'mati-matian' kita berusaha untuk mempersiapkan PK VIII ini sebagai perwujudan pesan Yesus dalam nuansa kita sekarang ini? Yakinlah bahwa pekerjaan yang kita siapkan sekarang akan berbobot ketika kita satukan sebagai gerak bersama perutusan kita mendampingi dan menemani para adik-adik kita Generasi muda Pramuka.
"dan Aku akan menyertai kamu sampai akhir jaman" inilah garansinya. Dalam semangat kebersamaan, persaudaraan, ketersalingan satu sama lain, pastilah Tuhan akan menyertai kita.
Marilah kita eratkan kembali genggam tangan kita. Memegang API ABADI dan membawanya sebagai wujud persembahan kepada Tuhan melalui pelayanan dan pendampingan adik-adik Pramuka.
Benar Romo mudah-mudahan Api itu adalah Roh Kudus, Semangat itu adalah spiritus sanctus atau setidaknya hal yang menyemangati saya seperti kisah monyet yang sangat menginspirasi saya ini. Saya akan share-kan mudah-muddahan bermanfaat :
KISAH PERJALANAN SI ANAK MONYET Seekor anak monyet bersiap-siap hendak melakukan perjalanan jauh. Ia merasa sudah bosan dengan tempat hidupnya sekarang. Ia mendengar bahwa di bagian lain dunia ini ada tempat yang disebut "hutan" di mana ia berpikir akan mendapatkan tempat yang lebih "baik". "Aku akan mencari kehidupan yang lebih baik!" katanya. Orangtua si Monyet, meskipun bersedih, melepaskan kepergiannya. "Biarlah ia belajar untuk kehidupannya sendiri," kata sang Ayah kepada sang Ibu dengan bijak.
Maka pergilah si Anak Monyet itu mencari "hutan" yang ia gambarkan sebagai tempat hidup kaum Monyet yang lebih baik. Sementara kedua orangtuanya tetap tinggal di hutan itu. Waktu terus berlalu, sampai suatu ketika, si Anak Monyet itu secara mengejutkan kembali ke orangtuanya. Tentu kedatangan anak semata wayang itu disambut gembira orangtuanya.
Sambil berpelukan, si Anak Monyet berkata, "Ayah, Ibu, aku tidak menemukan hutan seperti yang aku angan-angankan. Semua binatang yang aku temui selalu keheranan setiap aku menceritakan bahwa aku akan bergi ke sebuah tempat yang lebih baik bagi semua binatang yang bernama hutan." "Malah, mereka mentertawakanku. " sambungnya sedih. Sang Ayah dan Ibu hanya tersenyum mendengarkan si Anak Monyet itu. "Sampai aku bertemu dengan Gajah yang bijaksana," lanjutnya, "Ia mengatakan bahwa sebenarnya apa yang aku cari dan sebut sebagai hutan itu adalah hutan yang kita tinggali ini!. Kamu sudah mendapatkan dan tinggal di hutan itu!" Benar, anakku. Kadang-kadang kita memang berpikir tentang hal-hal yang jauh, padahal apa yang dimaksud itu sebenarnya sudah ada di depan mata."
Kita semua adalah si Anak Monyet itu. Hal-hal sederhana, hal-hal ada di sekitar kita tidak kita perhatikan. Justru kita melihat hal yang "jauh-jauh" yang pada dasarnya sudah di depan mata. Kita gelisah dengan karir pekerjaan, kita gelisah dengan sekolah anak-anak, kita gelisah dengan segala rencana kehidupan kita. Padahal, yang pekerjaan kita sekarang adalah bagian dari karir kita. Padahal, anak-anak kita bersekolah sekarang adalah bagian dari proses pendidikan mereka dan hidup yang kita jalani adalah bagian dari rangkaian kehidupan kita ke masa yang akan datang.
Tanpa mengecilkan arti masa depan dan sesuatu yang lebih baik, ada baiknya apabila kita fokus dengan apa yang ada di depan mata, apa yang kita kerjakan sekarang, karena hal ini akan berpengaruh terhadap masa depan kita.
Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."
Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.
Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.
Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar- benar"hidup" . Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus belajar pelajaran yang sangat penting."
Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."
Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangin ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya. "
Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialamin oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti. "Masa depan kita, karir kita, serta kehidupan kita adalah yang kita kerjakan hari ini."
Ada satu frase kalimat yang menarik dan itu menjadi jargon yang baik " Think big, start small BUT NOW". maknanya adalah berusaha membuka wawasan seluas mungkin, dan menapakinya dengan mulai dari yang sederhana. tetapi Sejak Sekarang, dan jangan ditunda-tunda... Salam Rm. Azis
Apalah artinya jika kita dilahirkan tidak menjadi diri kita...........
Ada buku menarik yang baru saja saya baca "Berjalan di Air Pasang Surut" ditulis oleh Romo DR.CB.Kusmaryanto,SCJ. Pengalaman mendebarkan dan cinta pertama beliau ketika menjadi seorang pastor paroki pada daerah pasang surut. Buku ini memberikan inspirasi batin kita dalam pelayanan kepada kepramukaan. Ayo, baca, buku ini diterbitkan oleh PT Cahaya Pineleng Jakarta. Dan menurut informasi penulis buku ini terbit bulan Januari 2008 sudah terjual 1000 eksemplar, dan sekarang memasuki cetakan ke - 2 tiga ribu eksemplar lagi......
Adik KO yang baik, Doa Bapa Kami adalah Doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada para murid-Nya. Memang tidak ada ketentuan yangbaku untuk sikap tangan dalam berdoa Bapa Kami. Bisa menengadah atau menutup atau tangan di dada, yang penting adalah sikap hormat, karena Doa ini menjadi Doa wasiat bagi setiap orang Kristiani.
Seorang Romo membicarakan soal uang Bila Romo itu dipercaya olrh Gereja untuk mengurus keuangan Gereja pastilah boleh. Romo yangbertugas untuk urusan keuangan gereja biasanya disebut Ekonom, selain mengurusi keuangan Gereja juga harta benda Gereja misalnya soal tanah gereja, bangunan gereja dan biaya kesehatan para romo dan sebagainya. Jadi Romo sejauh itu memang merupakan tugasnya maka boleh juga membicarakan soal uang. Demikian.
satu pertanyaan lagi ya Bagaimana kalau seorang romo sering kali berkhotbah di gereja tapi inti khotbah melenceng jauh dari bacaan?dan bagaimana kita menyikapinya?
Adik KQ (atau KO?) Kotbah adalah mimbar resmi bagi Romo untuk menyampaikan ajaran resmi gereja (yang sering disebut Magisterium Gereja), sehingga setiap Romo yang sedang memberikan kotbah (atau homili) mesti dan harus menyiapkan kotbahnya dengan sebaik-baiknya dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka seharusnya kotbah romo selaras dengan bacaan yang dijadikan acuannya. barangkali kalau romo ybs mencoba mencari contoh-contoh dalam kotbahnya yang kadang jauh dari tema pokok..nah itulah rasanya kotbah jadi ngelantur kemana-mana. Maka kita bisa menyikapnya dengan memberikan masukan kepada Romo setelah misa selesai. Romo pun juga membutuhkan feedback dari umat atas kotbahnya agar materi dan kualitas kotbahnya semakin baik. Ajaklah romo ybs untuk mendiskusikan kotbahnya atau langsung seusai misa memberikan catatan dan masukan. Salam Rm. Azis
Adik KQ yang baik, Saya akan mendoakan secara khusus untuk kesehatan Kak Kayit yang sekarang sedang beristirahat di RS. Sanglah. salam khusus saya bila adik KQ berkesempatan untuk menjenguknya di Rumah sakit. Doa saya selalu menyertai Kak Kayit. Juga saya mendoakan Adik KQ untuk mempersiapkan ujian pada bada hari senin depan ini. semoga persiapan yang telah Adik lakukan selama ini memantapkan langkah untuk menempuhnya dengan baik. saya akan mendoakan semuanya. Salam selalu. Rm. Azismardopo, SJ
Adik KQ yang baik dan tekun Proficiat yan UAN sudah diselesaikan, lalu persiapan untuk jenjang studi selanjutnya. Maka sekaligus mempersiapan diri untuk berjumpad engan teman-teman di acara Gunung Geulis??? mau ikutkah dalam acara tersebut????