Saya sendiri masih bingung akan arti aliran kepercayaan / agama dari konghucu.... Karena banyak saudara-saudara kita yang bert4 tinggal di jogja menganggap bahwa konghucu itu adalah aliran kepercayaan dan tradisi, yang dikarenakan bahwa bila imlek, cap go meh, peh cun; mereka masih mengikuti acara ritual tersebut.... ( termasuk saya ) Padahal acara2 diatas termasuk juga tradisi yang dilakukan umat budha.... Gimana dunk tolong beritau saya....... Bingung bercampur strees
Tapi perlu juga diingat bahwa Indonesia mengakui hanya ada 5 agama yang diakui..... he he he he he he he he
Mhah memang betul Konghucu masih belum jelas eksistensinya pada apa, tapi banyak orang lebih berpendapat sebagai trdisi atau budaya. Tentang Lima agama resmi di Indonesia, sejauh yang saya tahu sejak Presiden Dur (Gus Dur) berkuasa Konghucu disejajarkan secara resmi dengan lima agama yang telah terlebih dahulu kita ketahui.
Jadi ayo dong Teman-Teman beri pencerahannya !! gimana ini, yang tahu persis tentang Konghucu?? Share dong !!!
* Agama Khonghucu di Indonesia: o Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi () o Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) sebagai tempat ibadah resmi, namun dikarenakan tidak banyak akses ke litang, masyarakat umumnya menganggap klenteng sebagai tempat ibadah umat Khonghucu. o Menetapkan Sishu Wujing () sebagai kitab suci resmi o Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi o Hari-hari raya keagamaan lainnya; Hari lahir Khonghucu (28-8 Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani (Tangce) 22 Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek) dsb. o Rohaniawan; Jiao Sheng (Penebar Agama), Wenshi (Guru Agama), Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).
* Konfusianisme di luar negeri: o Konfusius hanya sebagai orang bijak () o Kelenteng sebagai tempat ibadah pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa, tempat ibadah Konfusianis adalah litang () o Jumlah kitab mengulas tentang Konfusianisme tak terhitung banyaknya, tidak ada yang khusus disucikan o Tahun baru Imlek tidak ada hubungannya dengan Konfusius, hari lahir Konfusius jatuh pada tanggal 28 September setiap tahunnya dan diperingati sebagai hari raya penganut Konfusianisme
Saya hanya ingin mencoba membantu memberikan pengenalan-pengenalan mengenai Agama Khonghucu dari sisi penganut yang mempelajari sungguh2, walaupun mungkin masih belum 100% pandai.hi.3x.
SELINTAS MENGENAL AGAMA KONGHUCU AGAMA KONGHUCU, JI KAUW, RU JIAO Agama Konghucu dikenal pula sebagai Ji Kauw (dialek Hokian) atau Ru Jiao (Hua Yu), yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama bagi kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal sejak 5.000 tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi sendiri. KONGZI, KHONGCU, CONFUCIUS Kongzi (Hua Yu) atau Khongcu (dialek Hokian) atau Confucius (Latin) adalah nama nabi terakhir dalam agama Konghucu. Ia lahir tanggal 27, bulan 8, tahun 0001 Imlek atau 551 sM. Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama Konghucu dan oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru Jiao sebagai Confucianism, yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Agama Konghucu.
Sebagai bukti akan kebesaran Kongzi atau Nabi Khongcu, tahun pertama dari penanggalan Imlek dihitung sejak tahun kelahirannya. Padahal penanggalan Imlek diciptakan pada jaman Huang Di, 2698-2598 sM dan telah digunakan sejak Dinasti Xia, 2205-1766 sM. Penetapan tahun pertama ini dilakukan Kaisar Han Wu Di dari Dinasti Han pada tahun 104 sM.
BEBERAPA NABI LAIN DALAM AGAMA KONGHUCU
Nabi pertama yang tercatat dalam sejarah Ru Jiao adalah Fu Xi, hidup pada 30 abad sM, yang mendapat wahyu dan menuliskan Kitab Yi Jing atau Kitab Perubahan. Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa, yang menciptakan Hukum Perkawinan. Sejak saat itu anak bukan lagi dianggap anak ibu saja, melainkan juga anak ayah. Selain Nu Wa, di dalam Ru Jiao dikenal nabi perempuan lain, yaitu Lei Zu, Jiang Yuan dan Tai Ren. Nabi lain yang masih dikenal antara lain Huang Di, Yao, Sun, Xia Yu, Wen, Zhou Gong atau Jidan dan terakhir Kongzi. Kitab Yi Jing yang kita kenal sekarang tidak ditulis oleh Fu Xi belaka, namun ditulis dan disempurnakan oleh 5 (lima) nabi yang mendapat wahyu dalam tempo berlainan, yaitu : Fu Xi, Xia Yu, Wen, Zhou Gong dan Kongzi.
KITAB SUCI AGAMA KONGHUCU
Kitab suci agama Konghucu sampai pada bentuknya yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci yang tertua berasal dari Yao (2357-2255 sM) atau bahkan bisa dikatakan sejak Fu Xi (30 abad sM). Yang termuda ditulis cicit murid Kongzi, Mengzi (wafat 289 sM), yang menjabarkan dan meluruskan ajaran Kongzi, yang waktu itu banyak diselewengkan.
Kitab suci yang berasal dari Nabi Purba sebelum Kongzi, ditambah Chunqiujing (Kitab atau Catatan Jaman Cun Ciu/ Musim Semi dan Musim Rontok) yang ditulis sendiri oleh Kongzi, sesuai dengan wahyu Tian, kemudian dihimpun Kongzi dalam sebuah Kitab yang disebut Wujing. Beberapa saat sebelum wafat, Nabi Kongzi mempersembahkan Wujing dalam persembahyangan kepada Tian.
Wu Jing terdiri atas : (i) Shijing (Kitab Sanjak), yang berisi nyanyian religi, puji-pujian akan keagungan Tian dan nyanyian untuk upacara di istana, (ii) Shujing (Kitab Dokumentasi Sejarah Suci), yang berisi sejarah suci Agama Konghucu, (iii) Yijing, berisi tentang penjadian alam semesta, sehingga mereka yang menghayati Kitab ini akan mampu menyibak takbir kuasa Tian dengan segala aspeknya, (iv) Lijing (Kitab Kesusilaan), yang berisi aturan dan pokok-pokok kesusilaan dan peribadahan, serta (v) Chunqiujing.
Pokok-pokok ajaran dan sabda-sabda Nabi Kongzi sendiri, kemudian dihimpun oleh murid-muridnya dalam sebuah Kitab Suci yang disebut Si Shu (Kitab Suci Yang Empat), yang terdiri atas : (i) Daxue (Ajaran Agung/Besar) yang berisi bimbingan dan ajaran pembinaan diri, keluarga, masyarakat, negara dan dunia. Daxue ditulis oleh Zengzi atau Zengshen, murid Kongzi dari angkatan muda, (ii) Zhongyong ( Tengah Sempurna) yang berisi ajaran keimanan Agama Konghucu. Zhongyong ditulis oleh Zisi atau Kongji, cucu Kongzi, (iii) Lunyu (Sabda Suci) yang berisi percakapan Kongzi dengan murid-muridnya. Kitab ini dibukukan oleh beberapa murid utama Kongzi, yang waktu itu berjumlah 3.000 murid, dimana 72 orang diantaranya tergolong murid utama, dan (iv) Kitab Mengzi yang ditulis Mengzi.
KONSEP KETUHANAN DALAM AGAMA KONGHUCU
Ru Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman.
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).
WATAK SEJATI ATAU SIFAT KODRATI UMAT MANUSIA, MENURUT AGAMA KONGHUCU
Sifat kodrati atau watak sejati manusia (Xing) menurut Agama Konghucu adalah bersih dan baik, karena berasal dari Tian sendiri. Agar sifat baik ini bisa terpelihara, maka manusia perlu berupaya hidup di dalam Jalan yang diridhoi Tuhan (Jalan Suci, Dao). Bimbingan agar manusia dapat hidup dalam Jalan Suci disebut agama. Dengan demikian menjadi jelas bahwa agama diciptakan oleh Tuhan dan disampaikan oleh para nabi untuk kepentingan umat manusia.
Menyadari bahwa agama-agama diturunkan Tuhan lewat para nabi untuk kepentingan umat manusia, maka umat Konghucu wajib hidup penuh susila, tepasalira, penuh toleransi dan penghormatan kepada umat agama lain, atas dasar keyakinan bahwa agama-agama atau Jalan-Jalan Suci itu semuanya berasal dariNya.
AJARAN POKOK AGAMA KONGHUCU
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Konghucu dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Konghucu disebut sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam beberapa sabdanya yang terkenal, Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang lain dan Bila diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju). Kedua sabda ini dikenal sebagai Golden Rule (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.
Dalam berbagai kesempatan Kongzi menekankan pentingnya manusia mempunyai Tiga Pusaka Kehidupan, Tiga Mutiara Kebajikan atau Tiga Kebajikan Utama, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, Yang Zhi tidak dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong tidak dirundung ketakutan.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang Tercerahkan, berarti mampu mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk di dalamnya mampu mengenal yang hakiki. Untuk mencapai Zhi, manusia harus belajar keras, dengan menggunakan kemampuan dan upaya diri sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya bisa membantu, namun untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang yang ingin memperoleh Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih Kebijaksanaan dan sekaligus Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat, bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari stigma masa lalu dan tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau ikatan primordialnya. Ren tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau pertimbangan atas dasar kelompok. Meski berasal dari satu kelompok, bila seseorang bersalah atau melanggar Kebajikan, maka bisa saja kita berpihak kepada orang yang berasal dari kelompok berbeda namun benar-benar berada dalam Kebajikan. Ren dalam pengertian agama Konghucu selalu didasari pada sikap ketulusan, berbakti, memberi, bukan meminta atau menuntut balasan dalam bentuk apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren tidak berarti mencinta tanpa dasar pertimbangan baik dan buruk. Dalam salah satu sabdanya Kongzi mengatakan bahwa Orang yang berperi-Cintakasih bisa mencintai dan membenci. Mencintai Kebaikan dan membenci Keburukan. Balaslah Kebaikan dengan Kebaikan; Balaslah Kejahatan dengan Kelurusan. Di sini berarti siapa pun yang bersalah, harus diluruskan, dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara optimal agar dapat kembali ke jalan yang benar. Setelah berada di jalan yang benar, kita tidak boleh terkena stigma, menilai atas dasar masa lalu seseorang.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Namun yang dimaksud dengan Yong, bukanlah keberanian dalam k kecil. Berani melawan harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi bengawan tanpa alat bantu, bukanlah Keberanian yang dimaksud Kongzi. Yang dimaksud dengan Keberanian di sini adalah Berani karena Benar, Berani atas dasar Aturan atau Kesusilaan, Berani atas dasar rasa Tahu Malu. Suatu ketika Kongzi berkata, Bila memeriksa ke dalam diri aku telah berada dalam Kebenaran, mengapa aku harus merasa takut?. Namun bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak Berani.
Yong juga diartikan sebagai Keberanian untuk melakukan koreksi dan instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani mengakui kesalahan tersebut dan sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi Kongzi berkata, Sungguh beruntung aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang mengingatkannya. Ditambahkan, Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah bila menjumpai diri sendiri bersalah, namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau memperbaikinya. Maka seorang yang berjiwa besar adalah orang yang berani belajar dari kesalahan.
Oleh Mengzi, Yong kemudian dijabarkan sebagai Yi (Kebenaran) dan Li (Kesusilaan, Tahu Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan mampu menjadi seorang Junzi (Kuncu), atau orang yang beriman (dan tentu saja berbudi pekerti luhur). Dalam Islam disebut Insan Kamil. Dengan demikian diharapkan ia akan menjadi manusia yang terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin). Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai Lima Kebajikan atau Wu Chang.
PENYEBARAN AGAMA KONGHUCU
Agama Konghucu dipeluk berbagai bangsa di : Asia, Amerika dan Eropa. Negara yang penduduknya banyak menganut agama atau setidaknya memahami ajaran atau filosofi Konghucu (Ru Jiao) : Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mongolia, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan Vietnam. Di beberapa negara, hari kelahiran Kongzi bahkan diperingati setiap tahun dengan berbagai acara ritual dan prosesi keagamaan, seminar dan ditetapkan sebagai Hari Libur.
Agama Konghucu adalah salah satu dari 12 agama besar dunia yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurut survai PBB tahun 1956, yang dimuat dalam Reporter Nomor 22, Religion and Its Followers Throughout the World, pemeluk agama Konghucu berjumlah 300.290.500 jiwa. Dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/ 1965 jo. Undang-Undang Nomor 5/1969, dijelaskan bahwa agama-agama yang banyak dianut penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu (Confusius)....
Di Indonesia sendiri, kedatangan agama Konghucu diperkirakan telah terjadi sejak akhir jaman pra sejarah, terbukti dari ditemukannya benda pra sejarah seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo China dan Indonesia, yang tidak terdapat di India dan Asia Kecil. Penemuan ini membuktikan telah terjadi hubungan antara kerajaan-kerajaan yang terdapat di daratan yang kita kenal sekarang sebagai Tiongkok dengan Indonesia, baik secara langsung atau tidak langsung melalui Indo China. Perlu diketahui bahwa pendiri Dinasti Xia, dinasti pertama dalam sejarah Tiongkok kuno, adalah Xia Yu, yang merupakan orang Yunan, atau nenek moyang bangsa Melayu.
Mengingat masuknya Islam ke Indonesia banyak dibawa saudagar atau orang Tionghoa, sedangkan agama asli orang Tionghoa adalah Ru Jiao (Konghucu) dan Da Jiao (Tao), maka dapat dipastikan bahwa masuknya Islam, Konghucu dan Tao berbarengan, sekitar abad XIII.
TEMPAT IBADAH & ROHANIWAN AGAMA KONGHUCU
Tempat ibadah Konghucu adalah Litang, Miao (Bio), Kongzi Miao, Khongcu Bio dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat sembahyang, juga merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu atau tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek). Di sini umat mendapat siraman rohani (khotbah) dari para rohaniwan. Miao dan Kelenteng biasanya hanya merupakan tempat sembahyang. Kalau pun ada kebaktian, biasanya ditempatkan di ruangan yang terpisah agar tak terganggu aktivitas sembahyang. Di samping menjadi tempat ibadah agama Konghucu, Kelenteng biasanya juga menjadi tempat ibadah agama Tao dan agama Buddha Mahayana.
Rohaniwan agama Konghucu terdiri atas : Xueshi, Wenshi, Jiaosheng, Zhanglao dan Ketua-Ketua / Pimpinan-Pimpinan Majelis dan atau Tempat Ibadah. Sebelum menjadi Xueshi (biasa disingkat Xs), harus melalui jenjang Wenshi (Ws). Sebelum menjadi Wenshi, harus melalui jenjang Jiaosheng (Js). Tokoh yang sudah mencapai tingkatan sesepuh atau sangat senior di sebut Zhanglao (Zl).
Setiap rohaniwan, sesepuh dan para pimpinan tempat ibadah yang memegang mandat dan Surat Pengangkatan dari Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan atau menerima Surat Liyuan Rohaniwan (persidian, peneguhan iman) dari Dewan Rohaniwan MATAKIN, memiliki kewenangan :
- Menyelenggarakan kebaktian bagi umat Konghucu di daerahnya. - Melakukan Liyuan umat. - Memimpin berbagai upacara suci bagi umat Konghucu, sesuai Hukum Agama Konghucu, termasuk Hukum Perkawinan Agama Konghucu, yang diatur dalam Tata Agama Konghucu.
@ Dirangkum oleh Ws. Budi S. Tanuwibowo, Ketua Umum MATAKIN, dari berbagai sumber
__________________
"Jika perilaku selalu didasari oleh sikap Cinta Kasih, maka tiada sarang bagi Kejahatan"
Menurut para ahli, istilah penyebutan Kelenteng adalah istilah asli Indonesia, di negara lain seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Taiwan bahkan Tiongkok (RRC) sekalipun tidak dikenal adanya istilah Kelenteng. Istilah Kelenteng erat hubungannya kebiasaan atau karakteristik masyarakat kita untuk menyebut sesuatu bertalian dengan suara (bunyi), karena ketika diselenggarakan upacara sembayang besar selalu dibunyikan Genta kecil yang berbunyi Klenteng atau Klenting. (Lihat kamus umum bahasa Indonesia, Wjs Poerwadarminta).
Ada sementara orang berpendapat bahwa diduga istilah Kelenteng berasal dari Bahasa Mandarin Kwan Iem Ting, yang maknanya : Bangunan kecil bagi pemujaan terhadap Dewi Kwan Iem. Tetapi kenyataan istilah Kelenteng ini sudah luas dipakai jauh sebelum tempat pemujaan khusus Dewi Kwan Iem ini banyak dikenal orang di Indonesia. Serta sangat jarang kita jumpai Kelenteng-kelenteng kuno yang khusus untuk memuja Dewi Kwan Iem. (Bs. Buanadjaya, Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang, Penyusun Moerthiko).
Tempat ibadah yang paling kuno yang masih dipakai namanya adalah Miao (Bio, Bahasa Hokkian). Misalnya Kong Zi Miao (Khong Cu Bio), Wen Miao (Bun Bio). Menurut seorang tokoh yang banyak menyelidiki masalah ini, Alm. Zhang Lao Kho Yok Kay bahwa Kong Zi Miao adalah suatu bangunan Suci yang istimewa sekali, karena pada mulanya hanya pada pimpinan masyarakat sajalah yang "Berwenang" mendirikannya. Masyarakat Awam tidaklah berani sembarangan membangunnya.
Sedangkan bangunan Suci yang dibuat oleh masyarakat setempat adalah tempat-tempat Suci Para Suci (Shen Ming) atau Sin Meng yang tingkatannya dibawah seorang Nabi (Sheng Ren). Misalnya Miao/Bio bagi Kwan Di/Kwan Gong yang disebut Kwan Sing Bio. Artinya tempat kebaktian/penghormatan kepada Kwan Gong, seorang Suci pada jaman akhir Dynasti Han (Zhan Quo 403-321 SM) atau jaman perang Tiga Negera, yang terkenal gagah perkasa dan berbudi luhur serta tekun mengembangkan dan menjalankan Ajaran Suci Nabi Agung Khong Zi, terutama sifat Zhong dan Yi (Satya dan Adil Palamarta), karena beliau banyak mempelajari Wu Jing (Kitab Yang Lima) kitab yang mendasari keimanan Ajaran dan Peribadahan dalam Agama Khonghucu. Dan yang paling disenangi adalah Kitab Chun Qiu Jing, salah satu kitab yang ditulis oleh Nabi Agung Kong Zi.
Penyebutan Kelenteng sebagai tempat Suci membuktikan bahwa Kelenteng sudah cukup jelas dikenal Eksistensinya dan sudah berorientasi kepada lingkungan kebudayaan bangsa Indonesia, maka sepatutnya hakekat dari tempat Suci ini perlu dijaga kemurniannya.
Menilik atau merunut sejarah Kelenteng di Indonesia, pada masa tertentu, ada suatu pembelotan sejarah, dan hal ini tidak akan menguntungkan pihak manapun, terkecuali oknum yang bersangkutan. Sedangkan yang bisa diterima oleh oknum tersebut adalah Dosa Besar serta peniliaan masyarakat umum/publik sebagai suatu perbuatan melawan TIAN LI (suatu kebenaran berupa ketentuan-ketentuan hukum alam yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa).
Oleh karena itu, mudah-mudahan dikemudian hari sejarah Kelenteng yang telah dibelokkan dapat dikembalikan seperti semula, karena setiap manusia harus berusaha untuk mengolah batinnya dan memperbaiki sifat-sifat buruknya, agar dapat menjalani kehidupan selaras dengan TIAN LI.
Kelenteng yang sudah dikenal luas di Indonesia, tata upacaranya berlandaskan Tata Agama Khonghucu, sebab segala peraturan dan perlengkapan sembayang yang ada didalamnya berpedoman kepada Tata Agama dan Tata Laksana Upacara yang ada didalam sebuah Kong Zi Miao/Khong Cu Bio dan Wen Miao/Bun Bio. Misalnya susunan meja sembayang, beberapa perlengkapan tempat penancapan dupa, lilin merah dan lain-lain. Hal ini disebabkan, tumbuhnya Kelenteng memang dilingkungan masyarakat yang memeluk Agama Khonghucu pada awal mulanya. (Bs. Buanadjaya, Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang, Penyusun Moerthiko).
Walaupun landasan ritual/ketataupacaraannya secara Agama Khonghucu, di dalam sebuah Kelenteng umumnya juga disediakan pula ruangan-ruangan penghormatan kepada para Buddis dan Toais disamping para Suci Confucianis sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan yang baik serta rasa toleransi yang besar di abad-abad yang lampau, diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Agama Ru Jiao atau Agama Khonghucu sebagai Agama asal dan telah berumur hampir 5000 Tahun. Yaitu dari Nabi pertama yang bernama Fu Xie (2953-2838 SM) sampai pada Nabi terakhir yaitu Nabi Agung Kong Zi (551-479 SM), kemudian lahir Agama Taoisme dengan nama Nabi Lao Zi (604 SM) yang hidup sejaman dengan Nabi Agung Kong Zi, beliau menulis Kitab Dao De Jing (Kitab Suci Agama Taoisme), serta Agama Buddha dari India masuk ke Tiongkok (RRC) melalui Dua Puluh Delapan Kepala Keluarga Besar pada tahun 529 Masehi. (Huston Smith, Agama-agama Manusia, hal 165).
Dasar ajaran dari Nabi Agung Kong Zi adalah Jing Tian Zun Zu (menyembah atau mengagungkan Tuhan dan Menghormati Leluhur). Ketika umat khonghucu melaksanakan sembayang di Kelenteng, pertama-tama adalah mengambil posisi di depan Kelenteng dengan cara menyembah dan berdoa kepada TIAN, Tuhan Yang Maha Esa, menghadap Empat Penjuru yaitu Timur, Utara, Barat dan Selatan dengan makna bahwa WUJUD TUHAN TIADA SATU BENDAPUN YANG DAPAT MEWAKILINYA. Perwujudan ini dipertegas dalam Kitab Tengah Sempurna XV 1-5 dengan sabda Nabi Kong Zi yang berbunyi, "Sungguh Maha Besarlah Kebajikan Kwi Sien (Tuhan Yang Maha Rokh)", "Dilihat tidak nampak, didengar tidak terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia". "Demikianlah menjadikan manusia di dunia berkuasa, membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepadaNya. Sungguh Maha Besar Dia, terasakan diatas dan dikanan kiri kita". Di dalam kitab sanjak tertulis, "Adapun kenyataan Tuhan Yang Maha Rokh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan". "Maka sungguhlah jelas sifatNya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari Iman kita, demikianlah Dia". Dan seterusnya penancapan dupa yaitu di bangunan TIAN GONG atau suatu bangunan yang ada di depan Kelenteng pada Hio Luo (wadah untuk menancapkan dupa). Selanjutnya baru masuk kedalam Kelenteng untuk menghormati para Suci (Shen Ming) atau Seng Meng secara berurut dari altar utama (ruang paling depan dari Kelenteng yang bersangkutan).
Jun Zu artinya menghormati leluhur. Zu (leluhur) dapat dikategorikan dalam dua golongan yaitu leluhur pada intern keluarga dan marga, misalnya garis keturunan bapak-ibu, kakek-nenek dan seterusnya sampai ketingkat nenek moyang yang pertama. Dan golongan leluhur pada ekstern keluarga yaitu para Nabi, para Suci (Shen Ming), orang-orang dahulu yang bijak dan lain sebagainya.
Di dalam Li Jing (Kitab berbagai Peraturan tentang Kesusilaan, Peribadatan dan Pemerintahan) disebutkan, "Kaisar-kaisar bijaksana harus dijunjung tinggi, orang-orang bijak yang membuat undang-undang untuk ketentraman rakyat harus dihormati, orang yang setia dalam menjalankan tugasnya harus dihormati, orang-orang yang membaktikan dirinya sepenuh hati pada negara harus dihormati, orang gagah dan cendekiawan yang mampu menolak dan menghindarkan rakyat banyak dari malapetaka harus dihormati ...........". Mereka semua adalah manusia biasa, tetapi apabila amal baktinya kepada TIAN/Tuhan sangat luar biasa, mereka akan menjadi Shen Ming/Para Suci. Karena Wan Wu Ben Yu Tian artinya semua makhluk berpokok dari TIAN, Tuhan Yang Maha Esa, dan wajib dihormati sebagai Shen Ming/Para Suci.
Penulis adalah Ketua Generasi Muda Agama Khonghucu ( GEMAKU ) Kalbar dan Sekretaris Majelis Agama Khonghucu ( MAKIN ) Pontianak
__________________
"Jika perilaku selalu didasari oleh sikap Cinta Kasih, maka tiada sarang bagi Kejahatan"
Jika rekan-rekan merasa ada yang perlu ditanyakan mengenai Agama Khonghucu silahkan posting saja atau via e-mail dyal.riswanto@gmail.com. trims. "Salah satu pandangannya yang sangat berarti adalah bahwa segala pengetahuan yang sesungguhnya adalah mengatakan apa yang diketahui bila memang mengetahui, dan mengatakan apa yang tidak diketahui bila memang tidak mengetahui, mengatakan mengerti jika memang mengerti, dan mengatakan tidak mengerti jika memang tidak mengerti" Confucius
__________________
"Jika perilaku selalu didasari oleh sikap Cinta Kasih, maka tiada sarang bagi Kejahatan"