Urgensi Antisipasi Negara Film Inconvenient Truth Al Gore telah menyadarkan masyarakat dunia tentang seriusnya persoalan global warming. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengindikasikan, antara 1970 hingga 2004, telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0,2 derajat celsius hingga 1 derajat celsius. Fakta tersebut telah meningkatkan status pemanasan global dari siaga menjadi waspada.
Pemanasan global berpotensi menyebabkan permukaan air laut dalam kurun 35-50 tahun mendatang akan naik antara 1-2 meter. Pemerintah mulai saat ini harus mengambil langkah-langkah antisipatif menghadapi kemungkinan tersebut. Harus ada penataan ulang Rencana Tata Ruang seluruh kawasan pantai Indonesia.
Khusus untuk Jakarta, fenomena pemanasan global harus diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang harus diantisipasi Jakarta 35-50 tahun mendatang. Misalnya, untuk konsep penangkal banjir Jakarta, sudah waktunya mempertimbangkan pembangunan anti-flood barrier seperti yang dimiliki London di muara Sungai Thames.
Pemanasan Global v Pengadaan Pangan
Pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi gabah 2008 sebesar mencapai 5 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, Indonesia akan menjadi eksporter beras pada 2009. Pandangan optimistis menyatakan, produksi gabah nasional 2007 diperkirakan mencapai 57,05 juta ton gabah kering giling (GKG). Itu berarti terjadi peningkatan 2,59 juta ton (4,76 persen) dibandingkan produksi 2006 (sumber: Angka Ramalan (Aram) III Badan Pusat Statistik/BPS).
Saya yakin, perkiraan tersebut belum memperhitungkan fenomena perubahan cuaca yang saat ini sudah mengganggu musim tanam. Untuk jangka panjang, dengan adanya fenomena pemanasan global, rasanya target swasembada pangan nasional akan sulit dicapai, terutama bila negara mulai saat ini tidak melakukan antisipasi yang strategis untuk menghadapi pemanasan global.
Di Indonesia, manifestasi pemanasan global, antara lain, terganggunya siklus hidro-orologis yang telah merusak sebagian besar sumber daya air (SDA) di Indonesia. Juga, meluasnya areal lahan kering. Itu harus disikapi dengan pencarian bibit unggul tanaman pangan lahan kering. Juga, meluasnya lahan bera (lahan yang tidak bisa ditanami) sebagai akibat terjangan intrusi air laut.
Megapolitan sebagai Antisipasi Strategis
Ketika menjadi gubernur DKI, saya melontarkan gagasan tentang megapolitan (meneruskan ide pendahulu saya, Ali Sadikin). Pemanasan global belum dimasukkan sebagai salah satu faktor yang harus dipertimbangkan. Kemungkinan bertemunya arus banjir dari hulu dengan pasang naik dari Selat Jakarta sudah dipertimbangkan sebagai salah satu skenario terburuk yang bisa dihadapi Jakarta.
Menurut Trzyna: In the first three decades of the 21st century, the worlds urban population is projected to increase from 2.9 billion to 5 billion . Dalam bukunya (Global Urbanization and Protected Areas; IUCN; 2007) Ted Trzyna menganjurkan agar wilayah kesatuan ekologis yang dihuni penduduk lebih dari 15 juta manusia dikelola dengan konsep megapolitan.
Karena parameternya adalah kesatuan wilayah ekologis (bukan wilayah administratif), megapolitan tidak boleh dibatasi oleh batas administratif. Megapolitan California bahkan mencakup negara bagian California dan Baja California Sur Mexico. Kedua negara bagian yang berbeda negara tersebut bekerja sama memanajemen wilayah 2.500 km sepanjang Pantai Pacific.
Tujuan manajemen bersama megapolitan California adalah memelihara serta menyelamatkan ekosistem Semenanjung Meksiko, termasuk di dalamnya perairan Baja yang menjadi tempat berkembang biak ikan paus. Dibandingkan megapolitan California, luas wilayah Jabodetabek mungkin hanya 1/10-nya.
Konsep megapolitan pada dasarnya bertumpu pada pemeliharaan ekosistem dan pengendalian urbanisasi. Titik berat pemeliharaan ekosistem terletak pada: mempertahankan areal konservasi, baik karena pertimbangan pemeliharaan sumber daya air (siklus hiydro-orologos) maupun biota spesifik (langka). Pengendalian urbanisasi ditujukan untuk memanajemen tekanan populasi manusia terhadap lingkungan (ekosistem), sehingga dampak yang terjadi bisa dikendalikan.
Dari semua uraian tersebut, saya sampai pada kesimpulan sederhana. Dalam hal ini, antisipasi strategis pemanasan global hanya bisa dilakukan bila pemerintah pusat mendayagunakan pemerintah daerah secara optimal.
Sebagai contoh, dalam pemeliharaan sumber daya air dan jaringan irigasi, ujung tombaknya harus pemerintah daerah. Demikian pula dengan program pemeliharaan lingkungan dan pengendalian urbanisasi. Sampai saat ini, wewenang pusat dan daerah masih rancu dan terkesan sentralistis.
Pada sisi lain, kepala daerah harus memiliki visi yang sama tentang pentingnya pemeliharaan alam (ekosistem) sebagai bagian untuk menangkal global change. Jangan sampai dampaknya membuat anak cucu kita menderita.
kalo ngomong pemanasan global sangat mengerikan 30 tahun lagi bali akan tenggelam
tp kalo atmosfer bisa dikembalikan seperti semula kejadian itu bisa di cegah dan karena itu kita harus menanam tumbuhan setidaknya ya minimal satu lah tapi harus dirawat dan jangan sampe layu ya